BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan karakter kini memang menjadi isu utama pendidikan, selain menjadi bagian dari proses pembentukan akhlak anak bangsa, pendidikan karakter ini pun diharapkan mampu menjadi pondasi utama dalam mensukseskan Indonesia Emas 2025. Di lingkungan Kemdiknas sendiri, pendidikan karakter menjadi fokus pendidikan di seluruh jenjang pendidikan yang dibinannya. Tidak terkecuali di pendidikan tinggi, pendidikan karakter pun mendapatkan perhatian yang cukup besar.
Pendidikan karakter mulai terdengung secara hebat. Di tengah kebangkrutan moral bangsa, maraknya tindak kekerasan, inkoherensi politisi atas retorika politik dan perilaku keseharian. Pendidikan karakter yang menekankan dimensi etis-religius menjadi sangat mendesak untuk diterapkan. Kebiasaan berpikir kritis melalui pendasaran logika yang kuat dalam setiap argumentasi juga belum menjadi habitus. Pendidikan karakter merupakan tema strategis yang memang amat kontekstual dengan situasi kekinian yang dinilai makin terabai terhadap persoalan-persoalan akhlak dan budi pekerti. Degradasi moral dan involusi budaya telah menjadi fenomena rutin yang makin menenggelamkan kemuliaan dan martabat bangsa. Perilaku kekerasan, vandalisme, korupsi, dan berbagai perilaku tidak jujur lainnya telah menjadi sebuah kelatahan kolektif. Tak khayal lagi, negeri ini pun tidak lebih dari sebuah pentas kolosal yang menyuguhkan repertoar tragis, pilu dan menyesakkan dada.
Kita harus berbangga, bangsa dan negeri yang besar ini mempunyai dan mewarisi nilai-nilai genuine yang secara historis telah membuat kesejatian diri bangsa menjadi lebih terhormat dan bermartabat. Tanpa bermaksud untuk tenggelam ke dalam romantisme masa silam, yang jelas mari kita belajar pada nilai-nilai kearifan lokal masa silam sebagai basis perilaku untuk memasuki pusaran arus global yang makin rumit dan kompleks, sehingga bangsa kita sanggup menjadi bangsa yang maju dan modern tanpa harus kehilangan pijakan nilai-nilai budaya dan kearifan lokal. Negeri kepulauan yang memiliki kemajemukan dalam soal etnis, bahasa, budaya, ras, dan berbagai kekuatan primordial lainnya itu sejatinya bisa membangun sebuah kesenyawaan peradaban yang menggambarkan mosaik keindonesiaan yang toleran, demokratis, bermartabat, berbudaya, dan beradab.
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini antara lain adalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian dari pendidikan karakter?
2. Bagaimana pendidikan karakter yang ditinjau dari perspektif global?
3. Bagaimana memahami pendidikan karakter?
4. Bagaimana membangun pendidikan karakter bagi bangsa?
5. Apa dampak dari pendidikan karakter terhadap peradaban bangsa?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini antara lain adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apa itu pendidikan karakter
2. Untuk mengetahui pentingnya pendidikan karakter bagi bangsa
3. Untuk mengetahui dampak dari pendidikan karakter terhadap peradaban bangsa
4. Dapat mengimplementasikan pendidikan karakter dalam kehidupan sehari-hari
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pendidikan Karakter
Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak”. Adapun berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak”. Menurut Tadkiroatun Musfiroh (UNY, 2008), karakter mengacu kepada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills). Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter baik dan mulia.
Menurut David Elkind & Freddy Sweet Ph.D. (2004), pendidikan karakter dimaknai sebagai berikut: “character education is the deliberate effort to help people understand, care about, and act upon core ethical values. When we think about the kind of character we want for our children, it is clear that we want them to be able to judge what is right, care deeply about what is right, and then do what they believe to be right, even in the face of pressure from without and temptation from within”.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya.
Pendidikan karakter juga dapat diartikan suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah.
B. Pendidikan Karakter dalam Perspektif Global
Pendidikan karakter berpijak dari karakter dasar manusia, yang bersumber dari nilai moral universal (bersifat absolut) yang bersumber dari agama yang juga disebut sebagai the golden rule. Pendidikan karakter dapat memiliki tujuan yang pasti, apabila berpijak dari nilai-nilai karakter dasar tersebut. Menurut para ahli psikolog, beberapa nilai karakter dasar tersebut adalah: cinta kepada Allah dan ciptaan-Nya (alam dengan isinya), tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, dan kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai, dan cinta persatuan. Pendapat lain mengatakan bahwa karakter dasar manusia terdiri dari: dapat dipercaya, rasa hormat dan perhatian, peduli, jujur, tanggung jawab; kewarganegaraan, ketulusan, berani, tekun, disiplin, visioner, adil, dan punya integritas. Penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah harus berpijak kepada nilai-nilai karakter dasar, yang selanjutnya dikembangkan menjadi nilai-nilai yang lebih banyak atau lebih tinggi (yang bersifat tidak absolut atau bersifat relatif) sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan lingkungan sekolah itu sendiri.
Dewasa ini banyak pihak menuntut peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan pendidikan karakter pada lembaga pendidikan formal. Tuntutan tersebut didasarkan pada fenomena sosial yang berkembang, yakni meningkatnya kenakalan remaja dalam masyarakat, seperti perkelahian massal dan berbagai kasus dekadensi moral lainnya. Bahkan di kota-kota besar tertentu, gejala tersebut telah sampai pada taraf yang sangat meresahkan. Oleh karena itu, lembaga pendidikan formal sebagai wadah resmi pembinaan generasi muda diharapkan dapat meningkatkan peranannya dalam pembentukan kepribadian peserta didik melalui peningkatan intensitas dan kualitas pendidikan karakter.
Para pakar pendidikan pada umumnya sependapat tentang pentingnya upaya peningkatan pendidikan karakter pada jalur pendidikan formal. Namun demikian, ada perbedaan-perbedaan pendapat di antara mereka tentang pendekatan dan modus pendidikannya. Berhubungan dengan pendekatan, sebagian pakar menyarankan penggunaan pendekatan-pendekatan pendidikan moral yang dikembangkan di negara-negara barat, seperti: pendekatan perkembangan moral kognitif, pendekatan analisis nilai, dan pendekatan klarifikasi nilai. Sebagian yang lain menyarankan penggunaan pendekatan tradisional, yakni melalui penanaman nilai-nilai sosial tertentu dalam diri peserta didik.
Berdasarkan grand design yang dikembangkan Kemendiknas (2010), secara psikologis dan sosial kultural pembentukan karakter dalam diri individu merupakan fungsi dari seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik) dalam konteks interaksi sosial kultural (dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dapat dikelompokkan dalam: Olah Hati (Spiritual and emotional development) , Olah Pikir (intellectual development), Olah Raga dan Kinestetik (Physical and kinestetic development), dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development) yang secara diagramatik dapat digambarkan sebagai berikut.
Para pakar telah mengemukakan berbagai teori tentang pendidikan moral. Menurut Hersh, et. al. (1980), di antara berbagai teori yang berkembang, ada enam teori yang banyak digunakan; yaitu: pendekatan pengembangan rasional, pendekatan pertimbangan, pendekatan klarifikasi nilai, pendekatan pengembangan moral kognitif, dan pendekatan perilaku sosial. Berbeda dengan klasifikasi tersebut, Elias (1989) mengklasifikasikan berbagai teori yang berkembang menjadi tiga, yakni: pendekatan kognitif, pendekatan afektif, dan pendekatan perilaku. Klasifikasi didasarkan pada tiga unsur moralitas, yang biasa menjadi tumpuan kajian psikologi, yakni: perilaku, kognisi, dan afeksi.
Berdasarkan pembahasan di atas dapat ditegaskan bahwa pendidikan karakter merupakan upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu peserta didik memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.
Menurut T. Ramli (2003), pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda.
C. Memahami Pendidikan Karakter
Dalam memahami pendidikan karakter perlu mengetahui apa itu pendidikan karakter. Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Menurut Thomas Lickona, tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan karakter tidak akan efektif.
Dengan pendidikan karakter yang diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan, seorang anak akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi ini adalah bekal penting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan, karena seseorang akan lebih mudah dan berhasil menghadapi segala macam tantangan kehidupan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis.
Ada sembilan pilar karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur universal, yaitu:
1. karakter cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya
2. kemandirian dan tanggungjawab
3. kejujuran/amanah, diplomatis
4. hormat dan santun
5. dermawan, suka tolong-menolong dan gotong royong/kerjasama;
6. percaya diri dan pekerja keras
7. kepemimpinan dan keadilan
8. kedelapan, baik dan rendah hati
9. karakter toleransi, kedamaian, dan kesatuan.
Kesembilan pilar karakter tersebut, diajarkan secara sistematis dalam model pendidikan holistik menggunakan metode knowing the good, feeling the good, dan acting the good. Knowing the good bisa mudah diajarkan sebab pengetahuan bersifat kognitif saja. Setelah knowing the good harus ditumbuhkan feeling loving the good, yakni bagaimana merasakan dan mencintai kebajikan menjadi engine yang bisa membuat orang senantiasa mau berbuat sesuatu kebaikan. Sehingga tumbuh kesadaran bahwa, orang mau melakukan perilaku kebajikan karena dia cinta dengan perilaku kebajikan itu. Setelah terbiasa melakukan kebajikan, maka acting the good itu berubah menjadi kebiasaan.
Dasar pendidikan karakter ini, sebaiknya diterapkan sejak usia kanak-kanak atau yang biasa disebut para ahli psikologi sebagai usia emas (golden age), karena usia ini terbukti sangat menentukan kemampuan anak dalam mengembangkan potensinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 50% variabilitas kecerdasan orang dewasa sudah terjadi ketika anak berusia 4 tahun. Peningkatan 30% berikutnya terjadi pada usia 8 tahun, dan 20% sisanya pada pertengahan atau akhir dasawarsa kedua. Dari sini, sudah sepatutnya pendidikan karakter dimulai dari dalam keluarga, yang merupakan lingkungan pertama bagi pertumbuhan karakter anak.
Namun bagi sebagian keluarga, barangkali proses pendidikan karakter yang sistematis di atas sangat sulit, terutama bagi sebagian orang tua yang terjebak pada rutinitas yang padat. Karena itu, seyogyanya pendidikan karakter juga perlu diberikan saat anak-anak masuk dalam lingkungan sekolah, terutama sejak play group dan taman kanak-kanak. Di sinilah peran guru, yang dalam filosofi Jawa disebut digugu lan ditiru, dipertaruhkan. Karena guru adalah ujung tombak di kelas, yang berhadapan langsung dengan peserta didik.
D. Pembangunan Karakter Bangsa
Pendidikan karakter merupakan sarana untuk mengadakan perubahan yang mendasar, karena membawa perubahan bangsa sampai ke arah yang lebih baik. Di era globalisasi yang berada dalam dunia yang terbuka, ikatan nilai moral dan karakter bangsa mulai melemah dan terkikis. Bangsa mengalami multikrisis yang dimensional dan krisis yang dirasakan sangat parah adalah krisis nilai-nilai moral dan karakter bangsa.
Oleh sebab itu, sebagai bangsa yang mempunyai karakter mulia pasti memperhatikan kondisi bangsa saat ini. Pendidikan di seluruh dunia sedang menngkaji kembali perlunya pendidikan moral atau pendidikan karakter dibangun kembali. Hal ini tidak hanya dirasakan oleh bangsa dan masyarakat Indonesia tetapi juga oleh negara-negara maju. Bahkan di negara-negara Indonesia dimana ikatan moral atau karakter semakin longgar, masyarakat mulai merasakan perlunya revival dari pendidikan moral yang pada akhir-akhir ini mulai ditelantarkan.
Tuntutan pembangunan karakter bangsa di dunia ini karena ada beberapa pertimbangan untuk menyelenggarakan pendidikan moral atau karakter adalah sebagai berikut:
1. Melemahnya ikatan keluarga
Keluarga merupakan guru pertama dari setiap anak, mulai kehilangan fungsinya.
2. Kecenderungan negatif di dalam kehidupan remaja dewasa ini
Hal ini terutama di kota-kota besar sering terjadi perkelahian, tawuran di kalangan anak SMA, dan lain sebagainya.
3. Suatu kebangkitan kembali perlunnya nilai-nilai etik, moral, dan budi pekerti dewasa ini
Telah timbuk kecenderungan masyarakat yang mulai menyadari bahwa dalam masyarakat terdapat suatu kearifan mengenai adanya suatu moralitas dasar yang sangat esensial dalam kelangsungan hidup bermasyarakat.
Sebenarnya banyak aliran-aliran filsafat yang dapat dijadikan acuan bagi upaya menegakkan moralitas melalui proses pendidikan. Landasan filsafat apapun perlu kita cari relevansinya dengan kondisi dan tantangan kehidupan nyata dalam masyarakat kita agar pendidikan mampu memberikan kontribudi yang positif bagi penegakan moralitas bangsa yang sedang menghadapi krisis multidimensi ini.
Proses pendidikan di semua jenjang dan jalur perlu melihat realitas masyarakat kita yang sebenarnya. Saat ini masyarakat kita sedang mengalami sakit yang sudah akut. Kekerasan merajalela, disintegrasi sosial tumbuh secara nyata, intoleransi semakin merebak dalam berbagai aspek kehidupan, korupsi dilakukan secara terang-terangan dan tidak punya rasa malu lagi. Pendidikan dengan demikian merupakan salah satu instrumen perubahan yang mampu melakukan empowerment bagi masyarakat melalui berbagai program yang mencerminkan adanya rekonstruksi sosial.
Seiring dengan adanya gerakan reformasi, pendidikan harus dirumuskan kembali oientasi refotrmasinya. Dengan reformasi yang baru itu pendidikan tidak hanya mengajarkan persoalan-persoalan cognitive domain (moral knowledge) semata, dengan mengabaikan aspek moral and sosial action. Dengan pendekatan itu kita akan mampu menanamkan moral and sosial skills pada peserta didik agar kelak mereka mampu memahami dan memecahkan persoalan-persoalan aktual moralitas.
E. Dampak Pendidikan Karakter Terhadap Peradaban Bangsa
Apa dampak pendidikan karakter terhadap keberhasilan akademik? Beberapa penelitian bermunculan untuk menjawab pertanyaan ini. Ringkasan dari beberapa penemuan penting mengenai hal ini diterbitkan oleh sebuah buletin, Character Educator, yang diterbitkan oleh Character Education Partnership.
Dalam buletin tersebut diuraikan bahwa hasil studi Dr. Marvin Berkowitz dari University of Missouri- St. Louis, menunjukan peningkatan motivasi siswa sekolah dalam meraih prestasi akademik pada sekolah-sekolah yang menerapkan pendidikan karakter. Kelas-kelas yang secara komprehensif terlibat dalam pendidikan karakter menunjukkan adanya penurunan drastis pada perilaku negatif siswa yang dapat menghambat keberhasilan akademik.
Sebuah buku yang berjudul Emotional Intelligence and School Success (Joseph Zins, et.al, 2001) mengkompilasikan berbagai hasil penelitian tentang pengaruh positif kecerdasan emosi anak terhadap keberhasilan di sekolah. Dikatakan bahwa ada sederet faktor-faktor resiko penyebab kegagalan anak di sekolah. Faktor-faktor resiko yang disebutkan ternyata bukan terletak pada kecerdasan otak, tetapi pada karakter, yaitu rasa percaya diri, kemampuan bekerja sama, kemampuan bergaul, kemampuan berkonsentrasi, rasa empati, dan kemampuan berkomunikasi.
Hal itu sesuai dengan pendapat Daniel Goleman tentang keberhasilan seseorang di masyarakat, ternyata 80 persen dipengaruhi oleh kecerdasan emosi, dan hanya 20 persen ditentukan oleh kecerdasan otak (IQ). Anak-anak yang mempunyai masalah dalam kecerdasan emosinya, akan mengalami kesulitan belajar, bergaul dan tidak dapat mengontrol emosinya. Anak-anak yang bermasalah ini sudah dapat dilihat sejak usia pra-sekolah, dan kalau tidak ditangani akan terbawa sampai usia dewasa. Sebaliknya para remaja yang berkarakter akan terhindar dari masalah-masalah umum yang dihadapi oleh remaja seperti kenakalan, tawuran, narkoba, miras, perilaku seks bebas, dan sebagainya.
Beberapa negara yang telah menerapkan pendidikan karakter sejak pendidikan dasar di antaranya adalah; Amerika Serikat, Jepang, Cina, dan Korea. Hasil penelitian di negara-negara ini menyatakan bahwa implementasi pendidikan karakter yang tersusun secara sistematis berdampak positif pada pencapaian akademis.
Seiring sosialisasi tentang relevansi pendidikan karakter ini, semoga dalam waktu dekat tiap sekolah bisa segera menerapkannya, agar nantinya lahir generasi bangsa yang selain cerdas juga berkarakter sesuai nilai-nilai luhur bangsa dan agama. Dengan demikian melalui pendidikan karakter dapat membangun karakter bangsa menjadi lebih baik.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendidikan karakter juga dapat diartikan suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah.
Dewasa ini banyak pihak menuntut peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan pendidikan karakter pada lembaga pendidikan formal. Tuntutan tersebut didasarkan pada fenomena sosial yang berkembang, yakni meningkatnya kenakalan remaja dalam masyarakat, seperti perkelahian massal dan berbagai kasus dekadensi moral lainnya. Bahkan di kota-kota besar tertentu, gejala tersebut telah sampai pada taraf yang sangat meresahkan. Oleh karena itu, lembaga pendidikan formal sebagai wadah resmi pembinaan generasi muda diharapkan dapat meningkatkan peranannya dalam pembentukan kepribadian peserta didik melalui peningkatan intensitas dan kualitas pendidikan karakter.
Tuntutan pembangunan karakter bangsa di dunia ini karena ada beberapa pertimbangan untuk menyelenggarakan pendidikan moral atau karakter adalah sebagai berikut melemahnya ikatan keluarga, kecenderungan negatif di dalam kehidupan remaja dewasa ini, dan suatu kebangkitan kembali perlunnya nilai-nilai etik, moral, dan budi pekerti dewasa ini.
Seiring sosialisasi dan pembangunan tentang relevansi pendidikan karakter ini, semoga dalam waktu dekat tiap sekolah bisa segera menerapkannya, agar nantinya lahir generasi bangsa yang selain cerdas juga berkarakter sesuai nilai-nilai luhur bangsa dan agama. Dengan demikian melalui pendidikan karakter dapat membangun karakter bangsa menjadi lebih baik.
B. Saran
Di penjuru dunia saat ini semakin tinggi kasus amoral/asusila yang terjadi. Mulai dari korupsi, kolusi, penggunaan narkoba, sampai tawuran antarsekolah, MBA (married by accident), dan berbagai kasus lainnya yang merupakan fenomena sosial yang mengundang keprihatinan. Dalam kondisi seperti ini, dunia pendidikan menjadi sorotan. Pendidikan gagal mencetak generasi yang cerdas secara intelegensi, emosional, spiritual dan berkarakter.
Permasalahan ini seharusnya bukan dijadikan wacana perdebatan untuk menentukan siapa yang bertanggung jawab, namun harus menjadi bahan pemikiran solusi yang tepat untuk permasalahan tersebut. Dari sektor pendidikan sendiri telah berusaha membuat inovasi cerdas dalam sistem pendidikan yaitu dengan memberikan pendidikan karakter untuk kalangan siswa maupun mahasiswa. Pendidikan karakter sebaiknya diintegrasikan menjadi salah satu mata pelajaran atau mata kuliah yang diajarkan di sekolah maupun di perguruan tinggi dan harus menjadi perhatian.
DAFTAR PUSTAKA
Ali idrus. 2009. Manajemen Pendidikan Global (Visi, Aksi, dan Adaptasi). Jakarta: Gaung Persada Press
Kemendiknas. 2010. Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama . Jakarta
Nurul Zuriah. 2007. Pendidikan Moral dan Budi Pekerti Dalam Perspektif Perubahan. Jakarta: Bumi
Aksara
http://www.mandikdasmen.kemdiknas.go.id/web/pages/urgensi.html (Prof . Suyanto Ph.D)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar